Sutradara | Eric Est |
Bahasa | Indonesia & Bajo (subtitle Jerman) |
Tempat | Abaton Kino |
Waktu & Jam | Kamis. 21 November 2019 |
“Perjalanan Pulang ke Tanah Ibu”, karya Erick Est, Indonesia 2014, OmdU
Sebuah film yang mengisahkan tentang kehidupan Suku Dayak Kenyah yang hidup di sebuah desa dalam pelukan belantara hutan selama ratusan tahun. Kemudian pada suatu hari mereka harus pergi meninggalkan tanah leluhurnya.
Mengapa Suku Dayak Kenyah ini harus meninggalkan tanah Ibunya dan memilih tempat lain untuk melangsungkan hidup mereka?
Misteri ini dikupas dalam film dokumentar yang digarap oleh Erick Est lewat perjalanan pulang Suku Dayak Kenyah ke tanah Ibu. Dengan menonton film ini Anda akan merasakan petualangan menembus hutan tertua di dunia yang terletak di Kalimantan. Setelah menonton film ini, jangan lupa sampaikan pendapat Anda kepada kami.
Dibesarkan di kota kecil bernama Dumai yang terletak di daerah Sumatra, Erick Est’s mengawali ketertarikannya dalam pembuatan film dalam hidupnya, meminta temannya untuk bermain Google V dan memberikan arahan kepada temannya untuk membuat sebuah cerita. Erick juga baru menyadari bahwa dia menyukai musik saat Erick bergabung pada sebuah band saat dia masih duduk di bangku SMA. Tetapi keahliannya dalam membuat film dan fotografi hanya muncul pada saat dia masih kuliah di Universitas Udayana Bali jurusan Desain Komunikasi Visual pada tahun 1999 hingga tahun 2004.
Dimulai pada tahun 2000 Erick untuk pertama kalinya membuat film pendek di Indonesia, Erick dikenal pada pembuatan film pendek dan video clip musik nya untuk band indie seperti Superman is Dead dan Navicula. Tetapi dia juga membuat beberapa video clip untuk band international seperti Free Like Me. Pada tahun 2014, total Chaos pada tahun 2015 Erick merilis film dokumenter berjudul Long Sa’an (“The Journey Back”) atau “Perjalanan Kembali yang berdasarkan kisah nyata sesepuh suku dayak dalam perjalanannya kembali ke kampung halaman.
Film keduanya adalah film komedi berjudul Telat, diikuti oleh film thriller, yang selanjutnya diikuti oleh pembuatan beberapa film lain hingga mengharuskan dirinya menjual motornya untuk membiayai film tersebut tetapi itu sebanding dengan apa yang saya peroleh dari film tersebut.
Dia mendapatkan penghargaan pertamanya tahun 2004 pada 15/15 Film Festival kategori “The Best Indonesian” and “Best Director” serta dinominasikan dalam kategori “Best Editing” untuk film “Rapuh”, yang bercerita tentang seorang anak muda yang mempertanyakan tentang agama, cinta dan kehidupan.
Program
2019
Pada 2019 ini, Pasar Hamburg membuka pintu untuk pengunjung dengan format acara tahun ganjil perdana. Konser musik dari musisi Indonesia, Sandhy Sondoro, akan menjadi pembuka di Oktober.
Selanjutnya, pada November, ajang Pemutaran Film Indonesia akan digelar di Abaton Sinema di Hamburg.
Selanjutnya Pasar Hamburg akan kembali menyapa pengunjung pada tahun 2020 mendatang dengan menghadirkan pertunjukan seni dan budaya serta pameran dagang di Messehalle Hamburg dari tanggal 16 – 18 Oktober 2020. Ajang Pasar Hamburg di dua tahun ini mengambil tema besar 2019 Menyongsong Sewindu Pasar Hamburg 2020.
SEJAK 2015, Pasar Hamburg diramaikan dengan pemutaran film karya sineas Indonesia. Di tahun ini, pemutaran film dihadirkan dengan konsep baru.
Selengkapnya